Rabu, 29 September 2010

Obor Yang Tidak Berguna

Di pinggir sungai di belakang rumah, diantara pohon pisang yang berbuah dan daunnya telah menguning. Kutanya seorang ibu setengah tua, “Ibu, kemanakah engkau pergi, kenapa engkau lindungi obormu dengan bajumu? Tidakkah kau takut terbakar? Ibu rumahku gelap dan sunyi , bolehkah aku meminjam obormu?” sesaat kemudian diangkatlah mukanya yang mulai ada garis-garis penuaan , bersama sorot matanya yang tajam ditatapnya mukaku dalam temaram senja, “Aku datang ke tepi sungai ini untuk menghanyutkan oborku di atas arus, apabila cahaya siang menghilang di sebelah barat”. Sendiri aku berdiri diantara pohon pisang yang berbuah dan daunnya telah menguning itu dan kulihat cahaya obor malam, hanyut bersama aliran sungai tiada berguna.

Dalam sepinya malam kutanya pada orang lain yang lewat, “Ibu, obormu telah engkau pasang, mau kemanakah engkau pergi dengan obormu itu? Rumahku gelap dan sunyi , pinjamilah aku obormu itu”. Sesaat kemudian diangkatlah mukanya yang mulai ada garis-garis penuaan bersama sorot matanya yang tajam ditatapnya mukaku dan sekejap, bimbang si Ibu. Lalu Ibu berkata, “ Aku datang untuk mempersembahkan oborku pada langit”. Aku berdiri dan sunyi, kulihat cahaya obornya marak di udara, tak ada gunanya.

Dalam gelap dini hari, tak ada bulan dan bintang, kutanya ibu tua lain yang lewat, “ Ibu apakah yang kau cari dengan obor sedemikian dekat ke hatimu”. Ia diam sebentar, termenung dan menatap mukaku dalam gelap dan sunyi. “ Aku bawa oborku, untuk ikut pesta obor”. Aku berdiri dalam sepinya dini hari. Kulihat obornya hilang tenggelam diantara obor yang banyak, tak sedikitpun obor yang digunakan semestinya.

0 komentar:

Posting Komentar