Sabtu, 22 Mei 2010

KISAH SEHELAI SASIRANGAN (Kain khas Banjar)

Banjar? Tau soto Banjar? Wadai (kue) bingka? Lupakan dulu makanan yang lezat, di kota Seribu Sungai, alias Kalimantan Selatan. Mari kita jelajahi kota, untuk mengetahui asal usul Kain Sasirangan.

Melihat kain sasirangan yang berwarna warni itu, rasanya penasaran ingin mengetahui seberapa panjang perjalannan yang ditempuh, dan ada apa di balik motif-motif kain sasirangan yang indah itu.

Konon menurut cerita, kain sasirangan itu di kenal dengan nama’ Kain Pamitan’. Istilah pamitan, singkatan dari parmintaan (permintaan), maksudnya adalah selembar kain putih yang diberi warna tertentu dengan motif tertentu, atas permintaan seseorang yang berobat kepada seorang pengrajin kain pamintan. Dengan menggunakan kain pamintan tersebut, maka diharapkan penyakitnya akan menjadi sembuh.

Kain pamintan tersebut berfungsi sebagai sarana pengobatan, ( petunjuk tabib), seperti sakit perut, sakit kepala, bisul, sawan, badan panas dingin, kapingitan, bahkan sampai pada penyakit gangguan jiwa, serta sakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk halus atau gangguan roh jahat.

Apabila penyakit yang diderita tidak kunjung sembuh, atau menjadi kronis.

Maka pengobatan alternatif (non medis) ini disebut “batatamba” dengan mempergunakan kain pamintan, yang dipakaikan secara terus menerus sampai sembuh.

Salah satu bentuk terapi yang dilakukan (petunjuk tabib), adalah kain pamintan tersebut diikatkan di kepala penderita bagi yang sakit kepala, yang dipakaikan pada waktu senja hanya sapanginang (selama makan sirih/sesaat) untuk yang menderita sakit kronis.

Apabila kain pamintan diselimutkan pada seluruh badan pada waktu tidur malam hari, diperuntukan bagi yang berpenyakit demam. Kadang kadang kain pamintan tersebut disarungkan saja.

Anak anak yang sering sakit, seperti kapidaraan (kena sapa roh halus), kapuhunan (dapat celaka/dapat bencana) dan selalu menangis, maka dibuatkan ayunan dari kain pamintan, yang disebut ayunan laki untuk anak laki laki, dan ayunan bini untuk anak perempuan.

Kain pamintan tersebut juga dipergunakan sebagai laung ikat kepala bagi penderita gangguan jiwa atau sakit karena gangguan makhluk halus yang dikenal dengan nama laung laki, untuk laki laki, dan laung bini untuk perempuan.

Sebagai proses pengobatan, (nasehat tabib), maka proses pembuatan kain pamintan, dilaksanakan agak tertutup yang artinya tidak bisa dilihat umum.

Kain pamitan dikenal di Kalimantan Selatan sekitar abad ke XVI.

Selain sebagai pengobatan, kain sasirangan merupakan salah satu kain adat khas suku Banjar. Menurut mitos, pada abad ke XVI. Konon patih kerajaan, “Lambung Mangkurat” bersemadi 40 hari di atas rakit di sungai, untuk mencari pendamping. Di akhir semadi, muncul seorang putri yang bersedia untuk dinikahi. Syaratnya sang patih harus membuatkan kain kuning keemasan berupa kain ‘cacalupan’ yang dikerjakan oleh 40 gadis dalam 40 hari. Kain ‘cacalupan’ (kain yang dicelup setelah dijelujur) ini, menjadi dasar cara pembuatan kain sasirangan.

Cara pembuatan kain sasirangan. Memiliki cara pewarnaan yang sama dengan batik, yaitu dengan mencelup rintang. Perbedaannya terletak pada bahan dan pewarna. Batik menggunakan malam, sedangkan sasirangan menggunakan bahan pewarna alami. Untuk warna kuning, berasal dari umbi kunyit atau temulawak. Merah, berasal dari zat gambir, buah mengkudu, kesumba atau lombok merah. Hijau, berasal dari daun purdak atau jahe. Hitam, berasal dari kabuau atau uar. Ungu, berasal dari biji gandaria, atau buah kemiri. Coklat, berasal dari kulit buah rambutan. Dari keenam warna pokok tersebut apabila dicampur dengan berbagai rempah rempah, maka dapat digunakan sebagai pengawet warna. Untuk menajamkan warna atau membuat warna menjadi lebih muda, maka ditambahkan salah satu bahan seperti garam, jintan, lada, pala, cengkeh, jeruk nipis, kapur, tawas, cuka atau terasi dll.

Sebelum diwarnai, mula mula kain putih di lukis motif yang sudah dipola, lalu dijelujur atau dijahit, kemudian diwarnai. Setelah pewarnaan, benang dilepas dari jahitan. Dicuci lalu dikeringkan, kemudian disetrika, maka jadilah sehelai kain sasirangan.

Motif motif sasirangan ada yang digunakan sebagai penolak penyakit dan pakaian harian.

Motif-motif yang digunakan sebagai penolak penyakit yang diderita oleh si sakit. Antara lain:

  1. Motif naga balimbur laki bini, motif ini berfungsi untuk mengobati sakit kepala, yang menusuk nusuk.
  2. Motif kangkung kaombakan, motif ini berfungsi untuk mengobati rasa bergoyang goyang di kepala.
  3. Motif ombak sinapur karang, motif ini berfungsi untuk mengobati rasa hanyut dan bergelombang di kepala.
  4. Motif ular lidi, motif ini berfungsi untuk mengobati sakit kepala disertai rasa menusuk nusuk di mata.
  5. Motif pancar matahari, motif ini berfungsi untuk mengobati sakit di kepala apabila hari sudah siang.
  6. Motif kumbang bernaung di bawah pohon, motif ini berfungsi untuk mengobati sakit gila atau kurang ingatan akibat diperbuat orang dengan cara halus (ghaib).
  7. Motif wanita menangis di bawah pohon, motif ini berfungsi untuk mengobati stress.
  8. Motif teratai dalam taman, motif ini berfungsi untuk mengobati sakit gila.
  9. Motif naga di langit (pelangi), motif ini berfungsi untuk mengobati penyakit tercebur di air (tenggelam).
  10. Motif megawati, merupakan motif yang paling jarang dibuat dan apabila dibuat lamanya adalah 2 hari, 2 malam, motif ini berfungsi untuk mengobati penyakit gila tujuh turunan (gila sekeluarga).

Motif sasirangan yang dipakai untuk pakaian harian, motifnya antara lain: bunga cengkeh. Dara menginang. Daun jaruju. Turu dayang. Hiris pudak. Banawati. Naga balimbur. Bayam raja. Gigi haruan tampuk manggis. Dara mendung. Awan bairing. Tampuk manggis. Melati. Mawar. Dan lain lain.

Kain sasirangan juga memiliki motif ‘jajumputan’ seperti di jawa (jumputan) dan Sumatra (pelangi).

0 komentar:

Posting Komentar